5 Langkah agar Anak Menyukai “Proses”
Tulisan “Layu Sebelum Berkembang, Ironi Pendidikan Yang Melangkahi Proses” ditanggapi oleh seorang ibu dengan pertanyaan ,”Adakah saran yang lebih teknis untuk mendorong bangsa ini menyukai “PROSES” ?
Berikut adalah jawaban dari penulisnya :
Berikut adalah jawaban dari penulisnya :
Bangsa ini memang suka melompat, tak
menyukai proses, senang dengan yang instant. Akibatnya tak pernah mampu
menangkap esensi. Padahal, moment A-HA lahir ketika kita mulai “nyaris putus asa” menjalani proses.
Mari kita sadari bahwa pertolongan Allah
itu datang saat kita hampir menyerah dan berkata “Kapan datangnya
pertolongan Allah ?”. Bahwa otak bawah sadar yang berkemampuan dahsyat
itu baru akan “turun tangan” ketika kesadaran kita sudah tak sanggup
menjalani proses dan kita mulai “membuangnya” ke alam bawah sadar.
Tapi, apa yang terjadi dengan bangsa ini
? Inilah bangsa yang belajar silat namun malas belajar kuda-kuda.
Inilah bangsa yang belum menguasai dasar-dasar bermain bola basket namun
sudah belajar slam-dunk. Inilah bangsa yang belum mampu melakukan
duplikasi mandiri, namun sudah berpikir inovasi (Dan lahirlah Sistem
Inovasi Nasional).
Suatu ketika saya pernah masuk ke
Laboratorium Pendingin FT-UI. Ada seorang mahasiswa yang mampu
MENGEMBANGKAN sebuah mesin pendingin dengan suhu di bawah minus 60
derajat Celcius, untuk kebutuhan rumah sakit. Apakah mahasiswa tersebut
sudah mampu MENCIPTAKAN freezer standard ? Sama sekali tidak !!!
Lalu, bagaimana agar anak-anak kita mulai menyukai proses ?
Pertama, mari hargai proses. Sering
terjadi, ketika jawaban anak kita salah, maka proses yang mereka lakukan
menjadi sia-sia. Padahal, kesalahan jawaban boleh jadi terjadi hanya
karena kecerobohan. (Hormat saya kepada dosen statistika saya yang
selalu memberikan nilai B untuk mata kuliah statistik I sd IV, walaupun
hampir seluruh jawaban saya salah saat ujian)
Kedua, jangan menganggap bahwa hanya ada
satu proses yang benar, padahal proses-proses lain juga bisa benar.
Ijinkan anak kita bangga bahwa mereka telah menjadi PENCIPTA PROSES BARU
(terima kasih kepada guru matematika SD saya yang membenarkan dan
mengapresiasi proses 24 langkah saya, padahal ada proses yang cuma butuh
9 langkah)
Ketiga, biarkan anak menikmati dan
tenggelam dalam proses. Jangan batasi waktu bagi rasa penasaran mereka.
Batasan waktu, deadline, seringkali membuat mereka terpaksa mengakhiri
dan melompati proses. Ijinkan mereka tak bisa tidur, ijinkan mereka
begadang, “ijinkan” mereka lupa makan, ijinkan mereka menghabiskan
banyak biaya.
Keempat, perkenalkan anak dengan “syarat
dan prasyarat” : Bahwa D harus didahului oleh C, C harus didahului oleh
B, dan B harus didahului oleh A. Sehingga, TAK ADA HASIL TANPA PROSES.
Dengan demikian, persyaratan menjadi pendekar silat adalah kuda-kuda,
persyaratan slam-dunk adalah shooting, persyaratan inventing adalah
innovating dan persyaratan innovating adalah duplicating dsb.
Kelima, sadarkan anak kita bahwa
mengungguli orang lain yang telah lebih maju bukan dengan cara melompati
proses, tapi dengan cara MENGAKSELERASI proses. Tahun 1952, Korea
Selatan sangat tertinggal di bidang teknologi dari negara-negara Jepang
dan Eropa Barat. Mereka tidak melakukan lompatan teknologi, tapi
melakukan akselerasi teknologi ketika dasar generik teknologi telah
dikuasai
Oleh Adriano Rusfi
Banyak hal yang memang harus dimulai dari rumah, diajarkan, difahamkan sehingga bisa membentuk kebiasaan- kebiasaan yang baik...
Dan tugas siapakah itu? tentu saja seharusnya dimulai dari orang tua yang baik yang mampu memberikan tauladan serta menanamkan kebiasaan yang baik, sehingga nantinya akan mengakar kuat pada pribadi sang anak.
Dan tugas siapakah itu? tentu saja seharusnya dimulai dari orang tua yang baik yang mampu memberikan tauladan serta menanamkan kebiasaan yang baik, sehingga nantinya akan mengakar kuat pada pribadi sang anak.
Semangattt belajar, semangat berusaha, semangat memantaskan diri ^__^
0 komentar:
Posting Komentar