Kamis, 27 Desember 2012

Antara Pulau Jawa dan Sumatera


Karena semua hal telah diatur olehNya, daun yang jatuh, air yang mengalir, angin yang bertiup, udara yang kita hirup, semunya terjadi karena kehendakNya dan atas sepengetahuanNya,,

Setiap keluarga pasti punya banyak kisah yang indah, begitu juga dengan pertemuan setiap orang tua kita ^__^, Bapakku dilahirkan di desa Pantirejo Kabupaten Sragen. Kalau dari Solo kira-kira dibutuhkan waktu satu jam untuk sampai kerumah mbah, sementara Ibuku lahir dan dibesarkan di desa Kedaton Kabupaten Ogan Komering Ulu, jika naik kereta api dari stasiun Kertapati Palembang berangkat pukul 08.00 pagi maka jika tidak ada halangan akan sampai rumah sekitar pukul 12.00 siang. Banyak orang yang bertanya bagaimana bisa kedua orang tuaku bisa bertemu dan kemudian menikah. Maha suci Allah yang telah mempertemukan mereka dan menyatukan mereka dalam bingkai yang indah yaitu pernikahan. Jika Allah sudah berkehendak jangankan berbeda pulau, berbeda Negara, bahkan berbeda Benuapun pasti akan Allah pertemukan. Karena itu tak perlu khawatir dengan siapa kita akan menikah nanti tugas kita sekarang adalah mempersiapkan diri, berusaha memantaskan diri untuk menjadi pendamping yang soleha untuk bertemu suami yang soleh nantinya..Insya Allah…

Aku dan adikku sangat suka mendengarkan kisah- kisah yang diceritakan oleh orang tua kami. Mulai dari dongeng, legenda sampai ke kisah nyata. Sampai- sampai kami tahu kisah pertemuan pertama antara Ibu dan Bapak kami. Di desaku terkadang listriknya suka padam dan pada saat itulah rumah biasanya akan langsung berubah seperti pagelaran wayang, yang biasanya bertugas menjadi dalangnya adalah bapakku, penontonnya tentu saja adalah aku, adek dan juga Ibuku. Semua berkumpul diruang tengah sambil ditemani cemilan kreasi khas Ibuku. Temanya biasanya tergantung apa yang diinginkan oleh sang dalang, atau juga sesuatu yang ingin beliau nasehatkan kepada kami sehingga ia kemas menjadi sebuah cerita, pun juga bisa request dari penonton.

Bapak datang ke Sumatera sekitar tahun 1984an menjadi guru di Belitang di BK X dan tinggal di rumah paman beliau. Kehidupan yang masih agak sulit menuntut beliau agak keras dan tidak main-main dalam melakukan sesuatu. Mungkin kira-kira tahun 1986an SK bapak turun di desa Kedaton, tempat yang tak pernah bapak kunjungi sebelumnya. Saat itu bapak hanya di beritahu bahwa untuk sampai kesana harus naik kereta dan turun distasiun Peninjauan kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki menempuh perjalanan sejauh 10 kilometer. Pada saat sampai desa kedaton Bapak tinggal di salah satu rumah guru juga, pada saat makan siang dijamu dengan lauk yang tak pernah bapak lihat sebelumnya yaitu “tempoyak” hee,,makanan ini terbuat dari permentasi buah duren yang sudah dipisahkan dari bijinya, biasanya dimasak dengan ikan warnanya kekuningan menyerupai warna buah duren, jika tidak pernah melihatnya mungkin agak terasa aneh untuk dimakan. Tapi hati-hati makanan ini bisa membuat ketagihan hee….

Ibuku adalah seorang gadis desa, aku bilang ibuku cantik dan juga trampil. Ibu adalah anak pertama, ada banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan dengan tangan gesitnya. Saat itu nenek dari ibu saya (saya menyebutnya buyut) sudah tua jadi Ibulah yang sering menjaganya, lokasi rumah neneknya Ibu kira- kira 400 meter dari rumah orang tua ibu. Disinilah kisah itu dimulai, karena saat itu bapak masih bujang bapak sering maen kerumah siswanya, salah satunya yaitu mang isnain,  rumah nenek ibu bersebelahan dengan rumah mang isnain dan bertanya- tanyalah bapak siapa gadis yang rajin itu heehee…………………

Menurut cerita dari Bapak, Bapak dan Ibu hampir tidak jadi menikah karena sebuah adat….Didesa kami perempuan yang menikah biasanya dikasih “dodol/ wajik” oleh pihak laki-laki dan pada saat itu orang tua ibu (kakek saya) mengharuskan bapak saya untuk memberikan itu. Tentu saja bapak saya bingung, pada saat itu belum secanggih sekarang,dulu ndak ada ceritanya orang yang menikah dodolnya dari hasil yang dibeli di toko, karena memang biasanya dodol dimasak oleh orang yang banyak, bersama- sama dengan warga desa setempat, sementara bapak hanyalah sebatang kara didesa itu. Tapi subhanallah Allah punya rencana lain, pada saat itu bapakpun akhirnya menceritakan permasalahan ini dengan salah satu orang tua siswa yang sudah agak dekat dengan bapak yaitu Ibunya mang Isnain, dan subhanallah Ibu Mang Isnain bersedia untuk membuatkan dodol untuk bapak saya. Saat Ibu mang Isnain (kami biasa memanggilnya umeh artinya Nenek) masih hidup Bapak sering mengatakan bahwa mereka adalah orang tua Bapak disini. Alhamdulillah banyak kebaikan yang terjalin lewat silaturahmi dan semoga kami bisa menjaga terus silaturahmi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikanmu dan melapangkan kuburmu disana umeh…

Tentunya pasti akan ada banyak perbedaan yang dihasilkan dari dua pulau yang berbeda, contohnya mulai dari hal yang paling kecil seperti makanan, tapi subhanallah menurutku Bapak begitu cepat beradaptasi sehingga banyak makanan yang dibuat oleh ibuku bapak pasti suka. Jika Bapak merindukan kampung halamannya maka biasanya ia akan menyanyikan lagu-lagu jawa,mulai dari keroncong, tembang kenangan sampai agak kedangdutan, ada banyak kaset untuk lagu ini sampai-sampai karena sering mendengarnya ada beberapa yang hafal juga..hee..
Hal yang aku dapatkan adalah intinya ada pada komunikasi, sikap saling mengerti dan menerima satu sama lain.  

Ini hanyalah sebuah kisah untuk meredam rasa rinduku pada mereka, kisah kasih dari orang tuaku dan mungkin suatu saat akupun akan menuliskan kisahku Insya Allah……^__^
Semoga Allah menjaga dan melindungi keluarga kami, senantiasa didekatkan denganNya, diistiqomah dijalanNya, aamiin…

0 komentar:

Posting Komentar